Powered By Blogger

Remember..!!!

"All Of The First Draft Are Shits - Semua Tulisan Pertama Pasti Kacau"

12/01/2009

COLOMBUS NO,, BUGIS YESS!!!

Bugis, Penemu Benua Amerika

Penemu Benua Amerika PDF Print E-mail


ImageTahu tidak? Siapa yang paling sangat pertama menemukan Benua Amerika?
Yuupzzzt, Kalau ada yang jawab Americo bla…bla??? (sory, reDs kagak tau nama belakangnya) atau Vasco daGama. Keduanya salah, Mereka bukan orang yang paling sangat pertama menemukan Benua Amerika. Mengapa demikian reDs tanda tanya.

Memangsih, dulunya aku juga menjawab seperti kalian semua. Pandanganku itu berubah ketika suatu pagi (bingung aku, pagi atau siang yach? Aku lupaaa) aku dan seorang mahluk bernama Adnan berdiskusi ngawur di sebuah tempat yang bernama koridor sekolah (mana yang tepat, Koridor kelas atau koridor sekolah?).

Hasil diskusi kami menyatakan bahwa mahluk yang paling sangat pertama menemukan Benua Amerika sesungguhnya adalah mahluk yang bernama Orang Indonesia yang bersuku Bugis Makassar. Namanya ± Karaeng Pa’Rruntu’ Dg Ppassap’pa’ dan CS-nya. Hei reDs, jangan ngawur donkzzt!!!!

Bukannya ngawur yagh……, Pada zaman Dahulu kala, bahkan sampai sekarang. Orang Bugis Makassar dikenal sebagai pelaut ulung. Dan begini yang lebih jelaznya…

…. Karaeng Pa’Rruntu’ Dg Ppassap’pa’ dan rombongan pergi berlayar dan kapalnya kemudian masuk ke area Badai yang sangat besar yang lebih dikenal dengan nama AQUA LAGUNA (hai reDs, ini bukan cerita ONE PEACE khan?). Ohhhh,,, tidak. Rupanya kapal Karaeng Pa’Rruntu’ Dg Ppassap’pa’ telah dibawa oleh badai tadi dan akibatnya Karaeng Pa’Rruntu’ Dg Ppassap’pa’ n rombongan terdampar di sebuah pulau yang sangat asing dan tak berpenduduk. Rombongan lalu memasuki hutan meskipun mereka tahu (not Tahu Easy) banyak binatang super buas didalam rimba.

Setelah menyusuri hutan dan tak menemukan mahluk bertitle manusia di semua bagian pulau, mereka kembali ke pantai dan memperbaiki kapal dan kemudian melakukan pelayaran pulang ke Tanjung Bunga Makassar. Sialnya, layar telah berkembang tapi angin tak kunjung bertiup hingga asa tak sampai walaupun rindu akan kampoeng halaman telah menyergap seluruh rombongan (weeetzz, puitis banget reDs…@#). Kemudian, mereka memutuskan embaca mantra ajaib dari timur lalu beramai-ramai memanggil angin.

Am’mirik’ko……Am’mirik’ko…. Am’mirik’ko….. (Bugis:Am’mirik’ko=Indonesia:Berhembuslah),
semua crew berteriak…

Angin akhirnya berhembus dan mengembangkan layar. Sesampainya di Tanjung bunga, Kapal berlabuh dan semua awak turun. Setelah semua awak turun, Karaeng Pa’Rruntu’ merasa ada yang kurang. Setelah berpikir dengan menggunakan RAM 128 MB, barulah dia menyadari bahwa salah satu awaknya tertinggal di pulau aneh itu. Awak yang tertinggal itu adalah SYAMSUDDIN (English:SAMSUDDIEN).

Sementara itu di sebuah tanjung, Syamsuddin terus menunggu dan berharap (Lupa Berdo’a) teman-temanya akan kembali dan menjemputnya. Tapi, yang datang adalah pelaut-pelaut portugis. Orang Portugi bertanya dalam bahasa latin “Apa nama pulau ini?“, Syamsuddin bingung karena tidak mengerti bahasa latin. Dia mengira orang portugis itu menanyakan apa yang dia lakukan di pulau ini. Diapun menjawab dalam bahasa Internasional (Bugis Makassar) “aku ditinggalkan temanku, Apa kalian berpapasan dengan orang-orang yang berteriak Am’mirik’ko?. Orang Portugis mengira Am’mirik’ko (latin:Americo=English:Amerika) adalah nama pulau itu. Para pelaut Portugis itupun kembali ke kampung halamannya lalu melaporkan tentang sebuah pulau yang bernama Tanah Ameriko.

Selama ini Amerika telah menutup-nutupi bahwa Orang Bugis Makassarlah yang menemukan Benua Amerika. Mereka tidak ingin Dikatakan sebagi anak cucu Syamsuddin (baca:orang Indonesia). Bagaimanapun hal tersebut ditutup-tupi, amerika tetap berjuluk Negeri Paman SAM (-suddin). Mereka juga tidak menyadari bahwa nama Amerika adalah padanan kata dari Am’mirik’ko. Dan, Tanjung Tempat syamsuddin menunggu dan mengharapkan teman-teman yang tak akan pernah menjemputnya kemudian dikenal sebagai TANJUNG PENGHARAPAN.

Sumber: Anging Mammiri.Org

Etnis Bugis

Suku Bugis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Suku Bugis
Famousbugis.JPG
Kiri ke Kanan: Raja Ali Haji, Jusuf Kalla, wakil Presiden Indonesia, and B.J. Habibie, mantan Presiden Indonesia.
Jumlah populasi

kurang lebih 6 juta jiwa.

Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan
Indonesia (2000 census) 5,157,000 [1]
Sulawesi Selatan 3,400,000
Kalimantan Selatan 400,000
Malaysia 728,465
Bahasa
Bugis, Indonesia, Melayu, dan lain-lain.
Agama
Islam.
Kelompok etnis terdekat
Toraja, Mandar, Makassar.

Suku Bugis merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan. Di samping suku asli, orang-orang Melayu dan Minangkabau yang merantau dari Sumatera ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di kerajaan Gowa, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.[2] Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak 6 juta jiwa. Kini suku Bugis menyebar pula di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, bahkan hingga manca negara. Bugis merupakan salah satu suku yang taat dalam mengamalkan ajaran Islam.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah

[sunting] Awal Mula

Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.

Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

[sunting] Perkembangan

Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar.

Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)

[sunting] Masa Kerajaan

[sunting] Kerajaan Makassar

Di abad ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Gowa, Soppeng, Bone, dan Wajo, yang diawali dengan krisis sosial, dimana orang saling memangsa laksana ikan. Kerajaan Makassar kemudian terpecah menjadi Gowa dan Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan kembar ini kembali menyatu menjadi kerajaan Makassar.

Sementara di daerah Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan istilah ade pitue.

[sunting] Kerajaan Soppeng

Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan Soppeng.

[sunting] Kerajaan Wajo

Sementara kerajaan Wajo berasal dari komune-komune dari berbagai arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang dipimpin seorang yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulung. Sepeninggal beliau, komune tersebut berpindah ke Boli yang dipimpin oleh seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabi. Selama lima generasi, kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo.

[sunting] Konflik antar Kerajaan

Pada abad ke-15 ketika kerajaan Gowa dan Bone mulai menguat, dan Soppeng serta Wajo mulai muncul, maka terjadi konflik perbatasan dalam menguasai dominasi politik dan ekonomi antar kerajaan. Kerajaan Bone memperluas wilayahnya sehingga bertemu dengan wilayah Gowa di Bulukumba. Sementara, di utara, Bone bertemu Luwu di Sungai Walennae. Sedang Wajo, perlahan juga melakukan perluasan wilayah. Sementara Soppeng memperluas ke arah barat sampai di Barru.

Perang antara Luwu dan Bone dimenangkan oleh Bone dan merampas payung kerajaan Luwu kemudian mempersaudarakan kerajaan mereka. Sungai Walennae adalah jalur ekonomi dari Danau Tempe dan Danau Sidenreng menuju Teluk Bone. Untuk mempertahankan posisinya, Luwu membangun aliansi dengan Wajo, dengan menyerang beberapa daerah Bone dan Sidenreng. Berikutnya wilayah Luwu semakin tergeser ke utara dan dikuasai Wajo melalui penaklukan ataupun penggabungan. Wajo kemudian bergesek dengan Bone. Invasi Gowa kemudian merebut beberapa daerah Bone serta menaklukkan Wajo dan Soppeng. Untuk menghadapi hegemoni Gowa, Kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng membuat aliansi.

[sunting] Penyebaran Islam

Pada awal abad ke-17, datang penyiar agama Islam dari Minangkabau atas perintah Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Mereka adalah Abdul Makmur (Datuk ri Bandang) yang mengislamkan Gowa dan Tallo, Suleiman (Datuk Patimang) menyebarkan Islam di Luwu, dan Nurdin Ariyani (Datuk ri Tiro) yang menyiarkan Islam di Bulukumba.[3]

[sunting] Kolonialisme Belanda

Pertengahan abad ke-17, terjadi persaingan yang tajam antara Gowa dengan VOC hingga terjadi beberapa kali pertempuran. Sementara Arumpone ditahan di Gowa dan mengakibatkan terjadinya perlawanan yang dipimpin La Tenri Tatta Daeng Serang Arung Palakka. Arung Palakka didukung oleh Turatea, kerajaaan kecil Makassar yang tidak sudi berada dibawah Gowa. Sementara Sultan Hasanuddin didukung oleh menantunya La Tenri Lai Tosengngeng Arung Matowa Wajo, Maradia Mandar, dan Datu Luwu. Perang yang dahsyat mengakibatkan benteng Somba Opu luluh lantak. Kekalahan ini mengakibatkan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya yang merugikan kerajaan Gowa.

Pernikahan Lapatau dengan putri Datu Luwu, Datu Soppeng, dan Somba Gowa adalah sebuah proses rekonsiliasi atas konflik di jazirah Sulawesi Selatan. Setelah itu tidak adalagi perang yang besar sampai kemudian di tahun 1905-6 setelah perlawanan Sultan Husain Karaeng Lembang Parang dan La Pawawoi Karaeng Segeri Arumpone dipadamkan, maka masyarakat Bugis-Makassar baru bisa betul-betul ditaklukkan Belanda. Kosongnya kepemimpinan lokal mengakibatkan Belanda menerbitkan Korte Veklaring, yaitu perjanjian pendek tentang pengangkatan raja sebagai pemulihan kondisi kerajaan yang sempat lowong setelah penaklukan. Kerajaan tidak lagi berdaulat, tapi hanya sekedar perpanjangan tangan kekuasaaan pemerintah kolonial Hindia Belanda, sampai kemudian muncul Jepang menggeser Belanda hingga berdirinya NKRI.

[sunting] Masa Kemerdekaan

Para raja-raja di Nusantara bersepakat membubarkan kerajaan mereka dan melebur dalam wadah NKRI. Pada tahun 1950-1960an, Indonesia khususnya Sulawesi Selatan disibukkan dengan pemberontakan. Pemberontakan ini mengakibatkan banyak orang Bugis meninggalkan kampung halamannya. Pada zaman Orde Baru, budaya periferi seperti budaya di Sulawesi benar-benar dipinggirkan sehingga semakin terkikis. Sekarang generasi muda Bugis-Makassar adalah generasi yang lebih banyak mengkonsumsi budaya material sebagai akibat modernisasi, kehilangan jati diri akibat pendidikan pola Orde Baru yang meminggirkan budaya mereka. Seiring dengan arus reformasi, munculah wacana pemekaran. Daerah Mandar membentuk propinsi baru yaitu Sulawesi Barat. Kabupaten Luwu terpecah tiga daerah tingkat dua. Sementara banyak kecamatan dan desa/kelurahan juga dimekarkan. Namun sayangnya tanah tidak bertambah luas, malah semakin sempit akibat bertambahnya populasi dan transmigrasi.

[sunting] Mata Pencaharian

Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.

[sunting] Bugis Perantauan

Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka[rujukan?].

[sunting] Penyebab Merantau

Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.

[sunting] Bugis di Kalimantan Selatan

Pada abad ke-17 datanglah seorang pemimpin suku Bugis menghadap raja Banjar yang berkedudukan di Kayu Tangi (Martapura) untuk diijinkan mendirikan pemukiman di Pagatan, Tanah Bumbu. Raja Banjar memberikan gelar Kapitan Laut Pulo kepadanya yang kemudian menjadi raja Pagatan. Kini sebagian besar suku Bugis tinggal di daerah pesisir timur Kalimantan Selatan yaitu Tanah Bumbu dan Kota Baru.

[sunting] Bugis di Sumatera dan Semenanjung Malaysia

Setelah dikuasainya kerajaan Gowa oleh VOC pada pertengahan abad ke-17, banyak perantau Melayu dan Minangkabau yang menduduki jabatan di kerajaan Gowa bersama orang Bugis lainnya, ikut serta meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Disini mereka turut terlibat dalam perebutan politik kerajaan-kerajaan Melayu. Hingga saat ini banyak raja-raja di Johor yang merupakan keturunan Bugis.

[sunting] Referensi

  1. ^ Leo Suryadinata; Evi Nurvidya Arifin; Aris Ananta. (2003). Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9812302123.
  2. ^ http://www.rajaalihaji.com/id/article.php?a=YURIL3c%3D= Situs Raja Ali Haji
  3. ^ Naim, Mochtar. Merantau.

[sunting] Lihat pula